WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Kamis, 25 Agustus 2011

Potret ketidakberdayaan orang kecil


Dimuat di Koran O Selasa tanggal 2 Agustus Hal 13

Kasus hukum yang menimpa Lanjar pada saat itu menyedot perhatian banyak kalangan. Setelah media meliput apa yang dialami Lanjar, dukungan moral berdatangan dari segala penjuru. Hal itu tidak terlepas dari kepedulian masyarakat yang membela orang kecil seperti Lanjar. Lanjar sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana nasibnya apabila masyarakat tidak mengetahui kasus hukum yang sedang dihadapinya kala itu.


Diceritakannya, pada sidang pertama dan kedua, saat itu tidak ada pendampingan dari siapa pun. Dia hanya membela diri sendiri. Padahal ia sama sekali tidak tahu menahu tentang hukum. Ia hanya pasrah menerima tuntutan jaksa dan menerima kesaksian si penabrak. Setelah persidangan ketiga masyarakat baru mengetahui apa yang Lanjar alami melalui media.


Menurut praktisi hukum yang mengikuti kasus Lanjar, Muhammad Taufiq, Lanjar adalah potret ketidakberdayaan orang kecil dihadapan hukum. Hukum yang diterapkan kepada Lanjar dinilainya hanya sebatas mengedepankan keadilan formal. Taufiq menyayangkan apa yang dilakukan aparatur penegak hokum pada saat itu. Seharusnya, katanya, para aparatur tidak hanya menegakkan hokum, tetapi harus pula menegakkan keadilan.


Taufiq menerangkan, secara keadilan formal Lanjar memang bersalah dan pantas dihukum. Sesuai dengan rumusan formal, siapapun pelaku tindak kejahatan dan sekecil apapun kejahatannya harus dihukum. Keadilan formal itu, lanjutnya, hanya milik orang kaya, penguasa, orang berpendidikan dan hanya milik aparatur penegak hokum. Sedangkan Lanjar tidak termasuk didalamnya. Taufiq menyampaikan, semestinya dalam kasus Lanjar dikedepankan pula keadilan substansial. Keadilan substansial adalah keadilan yang mempertimbangkan urgensi atau isi dari keadilan itu sendiri.


Masa Depan

“Dengan dihukumnya Lanjar, apa negara diuntungkan? Justru dengan menghukum Lanjar berdampak tidak baik bagi masa depan anaknya. Saya kira ini yang lucu, sudah kehilangan istri, Lanjar juga dihukum pidana. Lucunya lagi, ketika hakim memutus Lanjar bebas, jaksa masih melakukan upaya banding. Apa yang dicari sebenarnya? Terus apa yang dilakukan negara terhadap si penabrak itu, yang notabene adalah seorang polisi? Padahal sudah jelas dan diakui dialah yang mengakibatkan tewasnya Saptaningsih. Polisi itu menjadi untouchable. Saya yakin apabila si penabrak itu orang biasa pasti juga akan dijerat pidana. Jadi sudah jelas keadilan formal itu hanya untuk orang berduit atau orang yang berpengaruh lainnya. Kasus semacam inijuga banyak menimpa masyarakat kita, seperti kasus pencurian kakao senilai Rp. 2.000 yang dilakukan nenek Minah warga Ajibarang, Banyumas, Jateng dan lain sebagainya. Inilah gambaran negara kita, hanya bisa menghukum orang kecil,” jelas Taufiq yang mendampingi Lanjar hingga akhir persidangan, saat ditemui Koran O, Sabtu (30/7).


Ia menambahkan, selain sebagai potret ketidakberdayaan orang kecil, kasus Lanjar juga mencerminkan kegagalan praktik hukumdi Indonesia. Pisau hukum itu, imbuhnya, harus tajam di kedua sisinya. Hukum di Indonesia menurutnya hanya tajam di satu sisi. Jika untuk mengiris bagian bawah akan semakin tajam, tetapi apabila mengiris keatas pisau hokum tidak akan mampu karena tumpul.


Rudi Hartono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar