WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Kamis, 29 Juli 2010

THE GOOD, THE BAD AND THE UGLY COP

Dimuat di Harian Joglosemar edisi Jumat, 30 Juli 2010

Oleh : Muhammad Taufiq *

Judul di atas adalah kisah film tentang perilaku polisi. Film itu digarap dan disutradarai serta dimainkan seorang aktor dan sineas terkenal Clint Eastwood menggambarkan tentang perilaku polisi yang baik,jelek dan jahat. Dia banyak membuat dan membintangi serial polisi seperti For A Few Dollar More, Unforgiven,Million Dollar Baby dan Dirty Harry yang terakhir malah dibuat empat sequel . Film itu setting tentang kehidupan polisi di Amerika Serikat. Walau demikian sangat relevan untuk menggambarkan kehidupan polisi Indonesia. Sebab dalam banyak hal polisi Indonesia tidak berubah, malah dalam kasus rekening gendut polisi terkesan asal dalam menjawab tudingan masyarakat. Inti dari semua cerita tersebut adalah menggambarkan perilaku jelek anggota polisi. Sejujurnya meskipun “perilaku tidak baik ” merupakan konsep yang luas dan tanpa bentuk, akan tetapi istilah ini umumnya digunakan untuk mengindentifikasi perilaku atau aktifitas polisi yang tidak sesuai aturan baik internal maupun aturan umum. Perilaku itu merupakan masalah penting di dalam isu kebijakan publik . Sebagaimana yang sering didiskusikan oleh polisi itu sendiri,pemerintah dan lembaga legislatif. Studi atau diskusi tentang kelakuan buruk, terhambat oleh suatu kebutuhan besar tentang kerangka yang tepat di mana berbagai macam pola dan tingkah laku buruk yang jauh lebih luas itu terjadi. Namun tidak tepat jika menyamakan “ police misconduct” dengan “ police corruption” . Sebab yang pertama lebih bersifat personal sedangkan yang kedua adalah pelanggaran atas hukum negara yang sering kita sebut dengan polisi yang korup.

Dalam sistem hukum nasional kita ,ketika berbicara soal penegakkan hukum. Korp polisi menempati suatu kedudukan sangat istimewa, bukan karena dibikin istimewa, melainkan karena peranan yang dijalankannya dalam penegakkan hukum tersebut. Menurut Satjipto Rahardjo(177: 1988) kalau hukum sebagaimana dituliskan dalam peraturan itu disebut sebagai hukum yang “tidur”, maka polisi itu hukum yang hidup. Peraturan apapun bentuknya sejatinya hanya memuat janji-janji bahwa ia akan melindungi warga negara , bahwa ia akan menghukum orang yang berbuat kejahatan dan sebagainya, tetapi baru di tangan polisilah janji tersebut menjadi kenyataan. Polisilah yang akan menentukan siapa orang yang harus dilindungi dan siapa yang ditindak atau ditangkap, bagaimana perlindungan itu akan diberikan, seberapa besar dan sebagainya itu semua wewenang polisi. Dalam kondisi demikian polisi bisa melakukan apa saja sesuai tafsir hatinya. Perkara perdata bisa saja di tangan polisi yang lincah menjadi pidana, demikian pula sebaliknya.

perilaku buruk tidak sama dengan diskresi

Meskipun pengertian “ perilaku buruk “ merupakan konsep yang luas dan tanpa bentuk. Akan tetapi semua paham dan maklum bahwa istilah ini secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perilaku atau aktifitas polisi yang tidak sesuai aturan. Yang tidak pernah dimengerti masyarakat namun ada dalam praktek adalah kebijakan pejabat dan prosedur di kepolisian yang dirasa aneh namun terus berlangsung. Yakni ide atau gagasan tentang” hadiah “ bagi polisi atas prestasinya seperti melakukan penekanan,membuat sumpah kepada orang yang tidak tahu, membuat atau merekayasa saksi atau melekatkan fakta palsu pada seseorang agar jadi tersangka, merupakan bentuk kreatiftas polisi dan di sini mereka mendapatkan upah. Atau perbuatan tidak sah yang lain yang sebenarnya tidak ada dalam buku pintar polisi tapi dilakukan hampir oleh semua polisi. Yakni ,meminta uang saweran untuk segala urusan polisi seperti: membuat laporan polisi,meminjam barang bukti,mencabut laporan, menangkap tersangka,mendatangkan tersangka ,mendatangkan saksi, menambahkan keterangan saksi dll.

Fleksibilitas dan kreatifitas polisi pada dasarnya baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,agar kasus kejahatan cepat ditangani namun dalam praktek membuat semakin panjang daftar terjadinya perilaku buruk polisi. Dengan semakin luasnya pekerjaan polisi di jaman sekarang dari mengurusi perkelahian sepak bola hingga perselingkuhan artis,memang memerlukan diskresi bagi petugas kepolisian. Secara jujur tidak bisa membebankan segala urusan hukum kepada polisi. Seiring meningkatnya kerumitan pekerjaan polisi, perlu jangkauan lebih luas dan kebijakan yang mendukung keberhasilan polisi. Dalam kondisi ini perlu pengawasan dan akuntabilitas kepolisian yang efektif. Baik kepada kepada organisasi polisi atau masyarakat. Dari penelitian yang ada jumlah pelanggaran administrasi di kepolisian jauh lebih kecil dari perilaku salah atau buruk polisi. Sebagai contoh larangan Markas Besar Kepolisian untuk menerima pemberian gratis dalam bentuk apapun termasuk parsel. Dalam praktek de facto masyarakat mentoleransi perbuatan ini dan menjadi budaya. Akhirnya seorang petugas kepolisian dihadapkan pada sebuah situasi di mana penerimaan hadiah berupa apapun termasuk uang sama sekali tidak berhubungan dengan etika profesi atau integritas pribadi . Dan mayoritas dari mereka akan secara subyektif mendefinisikan bahwa perbuatan itu bukan bagian dari perilaku buruk. Kalangan akademisi dan pers seringkali menyebutnya sebagai perilaku menyimpang yang terorganisir. Faktanya bahwa penyebab utama contoh atau perilaku buruk atau tidak baik ini hampir semuanya bermula dari manajemen kontrol yang tidak memadai untuk menjamin organisasi dan akuntabilitas publik.( Vincent E.Henry,2010). Pada gilirannya menyebabkan sistem pengawasan yang dibangun ini rusak. Akhirnya cara yang lumayan ampuh untuk mengurangi perilaku buruk polisi nampaknya adalah memperpanjang akuntabilitas publik dan tranparansi organisasi polisi termasuk mengaudit sumber-sumber keuangan polisi,mengumumkan secara terbuka kekayaan pejabat kepolisian di dlam segala tingkatan sebelum dan sesudah menjabat. Mewajibkan pelaporan secara berkala tentang kekayaan anggota polisi. Dan yang paling penting kejahatan khususnya korupsi yang dituduhkan pada polisi harus diperiksa oleh tim gabungan yang dibentuk oleh lembaga pengawas polisi bukan oleh Mabes Polri.

Surakarta, 21 Juli 2010

Muhammad Taufiq, SH MH, advokat, Mhs Program Doktor Ilmu Hukum UNS , penerima bea siswa Corporate governance ,Tokyo,Jepang tahun 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar