WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Rabu, 24 Februari 2010

Behavior of law masyarakat Indonesia*

Oleh : Muhammad Taufiq **



Meski memuat aturan yang tidak boleh. Tetapi esensi dari aturan sesungguhnya memiliki tujuan, entah terlaksana atau tidak. Yakni membuat hidup lebih mudah,aman,nyaman dan bahagia.Donal Black[1] mengatakan jika norma melarang berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, tujuannya dimaksudkan untuk kepentingan orang lain pula. Hukum boleh memaksa agar seseorang melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu bahkan secara ekstrim hukum bisa merampas dan menghilangkan nyawa seseorang . Selain melarang ada cara lain yang secara elegan bisa ditempuh sehingga memudahkan orang melakukan perbuatan hukum.

Hukum yang membuat standar baku, orang membuat kontrak,wasiat dll. Hukum dan proses hukum sangat penting bagi masyarakat kita. Dalam keadaan normal, tiada perang atau bencana besar hukum selalu berkaitan dengan undang-undang yakni aturan dan peraturan. Donal Black penulis buku The Behavior Of Law. Ia mengemukakan definisi yang ringkas . Yakni hukum diartikan sebagai kontrol sosial pemerintah kepada warga negara. Kontrol sosial diartikan sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong perilaku yang baik dan berguna dan mencegah perilaku yang buruk. Sistem peradilan pidana kita jelas mengarah kepada pemahaman dimaksud. Semua aturan dalam tingkatan apapun sesungguhnya memiliki maksud atau pedoman bagaimana cara berperilaku. Dalam kasus di atas sikap massa yang menuntut pemekaran dan merangsek maju memukui beramai-ramai Ketua DPRD bukanlah bagian dari struktur,substansi dan budaya masyarakat Indonesia. Sebab tuntutan masyarakat dan sikap yang diperlihatkan selama ini dalam demo yang berakhir ricuh tidak bertujuan untuk tujuan perubahan atau kesinambungan. Perubahan dalam masyarakat hukum yang beradab hanya dapat terjadi bila dilakukan teratur,rapi dan terpola. Dan tidak ada yang seperti lampu schock light.

Berbicara tentang kelemahan pendekatan hukum tradisional,dengan sangat menarik dikemukakan oleh IS Susanto, dalam tulisannya Lembaga Peradilan dan Demokrasi , makalah dalam Seminar Nasional, “ Pendayagunaan Sosiologi Hukum dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global “, Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro , Semarang 12-13 November 1996 ,hal 5 I.S Susanto mengemukakan bahwa studi hukum tradisional (dengan pendekatan normatif ), memfokuskan studinya pada aspek formal dari hukum ( undang-undang ) dan karenanya tidak mau tahu realitas peradilan ( pidana) sebagai sistem sosial, sebagai komunitas yang terlibat dalam menjalankan kegiatan tertentu , untuk dan bagi masing-masing satu sama lain, tentunya cara kajian demikian tidak dapat mengungkapkan realitas yang sebenarnya, dalam arti bagaimana bekerjanya kekuatan-kekuatan ,kepentingan-kepentingan, tawar menawar, dan variabel-variabel keorganisasian yang membentuk sistem sosial dari peradilan (pidana) dan jaringan birokrasinya. Akibatnya , kita tidak dapat memahami dengan baik persoalan-persoalan dan permasalahan-permasalahan di bidang hukum yang cukup “ membingungkan “ masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Van Dorn menyatakan organisasi merupakan kebersamaan dan keadaan keterikatan dari sejumlah manusia yang tidak hanya ke luar dari kerangka organisasi karena manusia selalu cenderung ke luar dari bentuk konstruksi organisasi , tetapi juga karena setiap kali terjatuh di luar (skema organisasi) disebabkan ia cenderung untuk memberikan tafsirannya sendiri mengenai fungsinya dalam organisasi berdasarkan kepribadiannya, asal usul sosial, dan tingkat pendidikannya , kepentingan ekonominya, serta keyakinan politik dan pandangan hidupnya sendiri[2]. Jadi jelas apa yang dikemukakan Van Dorn tentang peran manusia dalam penegakan hukum merupakan sesuatu yang sangat menentukan. Namun hal ini tidak dapat kita temukan jika menggunakan pendekatan tradisional. Itulah sebabnya, maka perlu pendekatan lain yang bersifat non tradisional. Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran bahwa paradigma yang digunakan oleh sociological jurisprudence dan aliran legal realism sangat jauh berbeda dengan pardigma lama yang digunakan oleh pendekatan tradisional. Dalam paradigma lama ditekankan bahwa hukum adalah apa yang diatur dalam undang-undang dan peran hakim sebagai corong perkataan undang-undang semata (letterkenechten der wet ) demi terciptanya kepastian hukum. Sedangkan dalam paradigma baru yang digunakan oleh aliran sociological jurisprudence dan legal realism ditekankan bahwa undang-undang harus disesuaikan dengan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat dan peran hakim tidak boleh menjadi terompet undang-undang saja, tetapi harus mampu merespon perkembangan dalam masyarakat.

Pemikiran tentang hukum

Istilah historical juris prudence lazimnya dihubungkan dengan suatu mahzab khususnya dalam lapangan renungan (pemikiran) tentang ilmu hukum. Exponen paling mashur dari mahzab ini adalah Friedrich Karlvon Savigny. Akan tetapi mahzab itu hanyalah mewakili suatu aspek khusus dari pada pengelompokan yang menghubungkan hukum dan sejarah. Sekurang-kurangnya terdapat suatu aliran penting lain dalam disiplin hukum yang didasarkan pada suatu interpretasi makna sejarah dalam hubungan dengan hukum.



Muhammad Taufiq , Mahasiswa program doctor ilmu hukum UNS

[1] Donald Black, Penulis Buku The Behaviour of Law

[2] Satjipto Rahardjo, masalah Penegakkan Hukum : Suatu Tinjauan Sosilogi, Bandung, Tanpa tahun hal.26.

1 komentar:

  1. Mohon ijin bapak, boleh minta terjemahan buku donald black "behavior of law".. 🙏🙏

    BalasHapus